Senin, 25 Oktober 2010

AIR VS JAKARTA


Jakarta Tenggelam Tahun 20xx, Jakarta Terancam Air, Banjir Mengancam Jakarta, Jakarta Akan jadi Ibu Kota Bawah Laut, Jakarta Waspada Air dan masih banyak lagi judul surat kabar yang selama ini kita baca, bahkan televisi juga lebih sering mengangkat tema Air VS Jakarta untuk dijadikan topic bahasan dengan menghadirkan para pakar lingkungan.
Setelah saya amati, ternyata didapat kesimpulan bahwa yang menjadi pokok permasalahannya adalah curah hujan yang cenderung meningkat, saluran air di Jakarta yang tidak berfungsi dengan baik, pendangkalan sungai, hilangnya hutan di daerah hulu yang menjadi daerah penyanggah, penurunan permukaan tanah yang di akibatkan oleh pemanfaatan air tanah yang berlebihan, dan yang lebih mengerikan adalah naiknya permukaan air laut yang disebabkan mencairnya es di kutub.
Dari beberapa masalah yang dapat saya simpulkan itu sebenarnya bukan tidak bisa ditangani jika pemerintah mau serius menanganinya, dalam hal ini adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bahkan bisa melibatkan swasta.
Curah hujan yang cenderung meningkat memang tidak bisa kita hindari karena itu merupakan kejadian yang termasuk alami, namun agar bisa meminimalisir dampak dari curah hujan yang cenderung meningkat, saluran air atau got sebaiknya diperbanyak dan diperlihara agar jangan sampai mampet dan sebaiknya dibentuk SATGASGOT (semacam satpolpp yang khusus menangani Got), dilakukan pengerukan secara berkala terhadap sungai-sungai yang ada di Jakarta, agar air hujan tidak langsung mengalir ke sungai daerah hutan penyanggah yang ada di Puncak  atau Bogor dikembalikan ke fungsi asalnya, saya tidak setuju dengan pembongkaran Villa-Villa yang ada. Sebaiknya pemilik Villa di wajibkan menanam pohon disekeliling Villanya dari pada harus membongkar Villa.
Masalah penyedotan air tanah yang berlebihan, tentu hal ini tidak akan terjadi apabila pemerintah mampu menyediakan air pam yang murah dan layak digunakan (saya tinggal di daerah yang oleh pengembangnya di sebut kelas real estate, sejujurnya saya tidak perduli dengan segala kelas, yang terpenting saya bisa tidur dan tidak kehujanan ) air pam lebih sering keruh dari pada jernih, sehingga saya terpaksa menggunakan air tanah untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk minum saya terpaksa harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli air mineral bermerek.
Masalah mencairnya es di kutub, tentu ini masalah global yang sedang ditangani oleh PBB dengan memerangi penebangan hutan secara illegal dengan mengkampanyekan penanaman kembali hutan.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa beberapa daerah Jakarta memang berada di bawah permukaan laut, jadi ya wajarlah kalau air laut akan masuk, terutama Jakarta Utara.
Memang benar pendapat itu, namun hal itu tidak  bisa dijadikan alasan.
Mengapa tidak?
Karena, bukan hanya Jakarta yang letaknya di bawah permukaan laut. Kita ambil contoh Negara Belanda, Negara yang pernah menjajah kita selama kurang lebih 350 tahun. Belanda secara umum sebagian besar negaranya berada di bawah permukaan laut, namun mereka bisa mengatasinya dengan membuat tanggul/bendungan/dam.
Wah tentu sangat besar biaya yang diperlukan.
Sudah pasti, namun sejak awal tulisan ini saya sudah mengatakan pemerintah harus melibatkan swasta.
Bagaimana?
Tentu, banyak cara yang bisa dilakukan untuk melibatkan swasta. Salah satunya adalah memberikan insentif pajak bagi swasta yang ingin terlibat. Misalnya membangun apartemen di tepi laut Jakarta Utara yang sekaligus memanfaatkan fondasinya sebagai penahan air laut, atau membuat Mall atau pusat perbelanjaan di tepi laut yang juga memanfaatkan fondasinya sebagai penahan air laut, dan masih banyak lagi bangunan yang bisa dijadikan tempat wisata sekaligus sebagai penahan air laut.
Apakah tidak sulit?
Bagi kita yang awam tentu akan sangat sulit. Tetapi bagi insinyur-insinyur yang berpengalaman tentu bukan hal yang mustahil. Coba bayangkan jembatan penyeberangan dari Surabaya ke Madura (SURAMADU) yang membentang kurang lebih 5 km, tiang pancangnya sangat kokoh di tancapkan di dasar laut. Untuk zaman sekarang kelihatannya semuanya dengan mudah dapat di wujudkan.
Seandainya got sudah lancar, sungai sudah dikeruk, pantai sudah dibendung  bagaimana cara air bisa mengalir ke laut dengan lancar seandainya letak Jakarta lebih rendah dari laut?
Jawabnya adalah menggunakan pompa (pompanisasi menurut pakar) menyedot air yang bisa dibuang langsung ke laut .
Bagaimana dengan BKT? Apakah selama ini dianggap tidak berhasil? BKT memang bisa diandalkan namun belum bisa berfungsi secara maksimal, saya tidak tahu apa kendalanya. Bahkan untuk jangka pendek saya rasa Biopori yang di cetuskan oleh seorang pakar, nampaknya lebih efektif karena tidak membutuhkan  biaya besar.
PENULIS B 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar